PROLOG
Ini merupakah kisah fiktif karangan saya, dengan mengambil tema dan mengembangkan salah satu bagian dari dalam kisah Api di Bukit Menoreh (ADBM) karya SH Minthardja, karena saya merasa tertarik dengan sosok Ki Jayaraga yang memiliki Aji Sigar Bumi dan yang kemudian diturunkan kepada anak muda bernama Glagah Putih, nah dari dua tokoh inilah cerita akan berpusat. Semoga bisa menjadi hiburan. Terima Kasih.
KILAU AJI SIGAR BUMI I BAGIAN 1
“Buka pintu! Dan tunjukan di mana setan tua itu berada! atau kau
biarkan rumah ini terbakar dengan ilmuku?” Teriak seorang yang sudah memasuki usia senjanya di depan rumah Ki Rangga Agung Sedayu.
Rambut kepala yang memutih menutupi hampir seluruh permukaan kepalanya adalah
bukti bahwa ia sudah cukup lama menikmati kehidupan, hanya karena memakai ikat
kepala dan gelapnya malam sajalah ia nampak sedikit lebih muda.
Meskipun sudah cukup umur,
namun ia tidak menunjukan kelemahan-kelemahan sebagaimana orang tua pada
umumnya, akan tetapi justru kegaranganlah yang nampak di wajah dan
gerak-geriknya, raut mukanya menunjukan bahwa dunia hitamlah yang senantiasa
mengiringi perjalanan hidupnya. Nampak di belakangnya berdiri dua orang muda yang
usianya terpaut jauh dengan orang tua tersebut, namun meski keduanya masih muda mereka juga nampak santai penuh
dengan kepercayaan diri yang kuat.
“Bagaimana guru? Apa perlu
saya robohkan pintu rumah ini?” Bertanya salah seorang di belakangnya yang
sebenarnya tidak lain adalah Putut Sempala, murid tertua dari orang yang
dipanggil guru tersebut. Belum sempat gurunya menjawab, pemuda yang satunya
sudah menawarkan diri untuk membuka paksa daun pintu rumah tersebut “Benar
guru, bagaimana kalau saya saja yang memecahkan daun pintu tersebut? Rasanya
sudah gatal tangan ini sejak tadi tidak ada yang menjawab apalagi membukakan pintu”,
Ucap adik seperguruan Putut Sempala yang bernama Sentanu.
Meskipun Sentanu bukanlah
termasuk murid perguruan yang berada pada tingkat atas, namun kali ini ia
mendapatkan kesempatan mengikuti perjalanan sang guru, karena memang tenaganya
dibutuhkan untuk melayani kebutuhan guru dan murid utamanya. Meski demikian serba
sedikit ia sudah mulai merambah pada inti-inti ilmu perguruan, sehingga serba
sedikit ia sudah memiliki bekal yang cukup sekedar untuk melindungi diri,
termasuk juga mulai mendalami pengungkapan tenaga cadangan, sehingga kalau
hanya memecahkan daun pintu bukanlah perkara yang sulit baginya.
“Baik, daripada saya
teriak-teriak menghabiskan tenaga dan tidak ada jawaban dari dalam rumah, lebih
baik kau hancurkan saja pintu itu, selain itu saya juga ingin menakar, seberapa
jauh perkembangan ilmu yang telah kau pelajari selama di padepokan”. Berkata
orang tua itu kepada Sentanu.
Betapa girang hati Sentanu
mendapatkan jawaban tersebut, karena memang dari tadi ia sudah tidak telaten
menunggu reaksi penghuni rumah, hanya karena keseganan pada gurunyalah ia masih
berdiam diri, dan sekarang setelah mendapatkan ijin dari sang guru, ia bergerak
maju mendekati daun pintu, kali ini ia tidak akan tanggung-tanggung, “saya
harus menunjukan segenap kemampuanku yang sebenarnya di hadapan guru, semoga
guru tidak kecewa akan pencapaianku” Gumam Sentanu.
“Cepat Santanu!” Perintah
gurunya tidak sabar. “Baik Guru”. Jawab Sentanu. Tak lama kemudian ia melakukan
beberapa gerakan pembuka untuk mengungkapkan tenaga cadangannya, setelah cukup
terkumpul tenaga cadangan tersebut, sambil berteriak nyaring ia bersiap meloncat
mendekati pintu rumah dan siap menghantamkan tanganya, namun baru saja ia mau
mulai bergerak, langkahnya terhenti ketika tiba-tiba dari arah sebelah kiri
rumah terdengar seorang berteriak “Berhenti!”.
Bersambung…
Mantap, lanjutkan.....!!!!
ReplyDeleteLanjutkan...
ReplyDeleteSiplah. Monggo, ditunggu lanjutannya.
ReplyDelete